Surat
Cinta Untuk Abah (bagian 3)
Tak
bosannya aku menceritakannya, lelaki hebatku. Dialah abahku. Sosok pria yang
sangat aku sayangi dan aku rindukan saat ini (ini Ramadhan dan sudah berapa
lamanya aku tidak puasa dirumah sendiri, L
).
Abah,
bagaimana kabarmu saat ini? Aku berharap engkau sehat selalu. Ini Ramadhan
abah, dan selalu kuingat setiap episode dalam Ramadhan ketika aku kecil sampai
sekarang. Iyaa abah, anak gadismu sudah merantau lebih jauh lagi dan sudah lama
pula meninggalkan kota kecil itu.
Semenjak
kelulusan dari UNS, tepatnya dua minggu setelah wisuda aku langsung terbang
(beneran terbang, pertama kali dengan menggunakan pesawat, tak apalah di cap
ndeso atau bagaimana karena memang inilah adanya). Anak gadismu terbang abah,
ke barat pulau Jawa, ke kota yang penuh dengan hiruk pikuk sepanjang Indonesia.
Anak gadismu ke Jakarta abah, sesuai dengan mimpinya. Bekerja ke perusahaan
yang memang diinginkannya sejak dulu. Bagaimana perasaanmu abah? Melihat anak
gadismu pergi lebih jauh lagi dari sisimu? Anakmu jadi anak Jakarta abah.
Memang
begitu cepat proses aku bekerja dari wisuda, ini karena aku sudah mencari-cari
pekerjaan sebelum sidang. Bahkan, sampai pembimbingku mencariku karena aku
tidak pernah konsul skripsi. Maafkan anak bimbingmu ini Pak. Jujur saat skripsi
merupakan saat terberat dalam masa kuliahku, bukannya masalah pendidikannya,
akan tetapi masalah “lain” yang hampir menguras semua pikiran, jiwa dan raga
(ceilleee segitunya). Setiap mahasiswa pasti mempunyai problematikanya sendiri,
tak terkecuali aku. Saat dimana kita ditempa untuk dewasa, membedakan mana
logika dan mana hati. Saat dimana kita harus mengambil keputusan dan sikap akan
sesuatu masalah “itu”. Ahh, aku yakin kalian semua mengalaminya, cinta. Masalah
apalagi yang lebih pelik bagi seorang mahasiswa dibanding cinta? (disamping
skripsi tentunya). Disaat itulah aku mencari semacam “pelampiasan” dengan
mengikuti jobfair di Yogya, Solo dan Semarang (Joglosemar). Akan tetapi,
sebagai anak dan mahasiswa yang baik aku tersadar, aku harus menyelesaikan
kuliahku, segera. Aku memang punya target, not over 5 years dan berhasil, Thx
God. 4 tahun 4 bulan, saya resmi lulus menyandang gelar Sarjana Teknik. Abah,
anakmu lulus kuliah loh. How proud of you bah, :*.
Balik
ke topic merantau dan bekerja. Seingetku, aku tidak sempat pulang dulu kerumah,
pure dua minggu itu aku di Solo. Mengurus semua kebutuhan, packing-packing
barang yang mau dibawa ke Jakarta, barang yang akan dikirim ke rumah. Abah,
anakmu seneng sekaligus sedih. Abah gimana? Khawatirkah padaku yang semakin
menjauh dari kota itu?
Sebulan
pertama, betapa seringnya kalian menanyakan kabarku, bagaimana lingkunganku dan
bagaimana kehidupan baruku itu. Tiap weekend selalu buat telpon abah dan ibuk.
Berlama-lama, menanyakan pertanyaan yang isinya hampir sama. “sudah makan dek?
Makan pakai apa tadi? Gimana kerjaannya? Lancar kan? Sama boss baik-baik aja
kan?”. Ahh, obrolan yang tidak membosankan. Bahagianya menjadi anakmu, anakmu
yang selalu dianggap masih bocah meski usia sudah kepala dua. Tenang abah,
anakmu ini mempunyai keluarga baru disini.
Lambat
laun, barulah abah mengerti, betapa mobile nya pekerjaanku. Pergi dari satu
kota ke kota yang lain. Abah, anakmu jalan-jalan terus loh kerjaannya :D
(judulnya jalan-jalan, tapi tetap aja isinya kerja yang bonus jalan-jalan.
Alhamdulillah abah, ini kan pengennya anakmu dari dulu). Setiap mengunjungi
satu kota, tak lupa kubelikan oleh-oleh khas sana, entah peci, kaos atau apapun
buatmu abah. Semoga abah suka ya. Bila dibanding dengan apa yang sudah abah dan
ibuk beri sampai saat ini, itu hanya sebagian butiran kecil pasir di samudera.
"Father is someone who doing everything to fulfill ur needs, asking lot people why u coming home late, protecting you as his diamond daughter, thinking hard for your future and with whom u marry with. he's the one who stalker you most silently"
-pic and word from: my friend's twitter, Nur Azizah Vidya-
Jadwal
rutin pulang aku target setiap minimal 3 bulan sekali, lama memang. Tapi harus
maksimal, itulah prinspiku. Jadi sekalinya pulang sekalian ambil cuti
berlama-lama. Dan abah, aku tahu meskipun tak secara langsung engkau
mengungkapkannya. Perasaan rindu yang menyesap, itu terpancar dari caramu
memandangku, menciumiku seperti aku bocah SD yang pulang sekolah dan berhasil
memenangkan lomba. Sejelek apapun rumah, dialah tetap rumah. Tempat keluarga
berkumpul. Meskipun saat pulang itu berarti saat bagiku untuk beberes dan
mendekor ulang interior rumah, tapi itulah rumah. Somewhere that I love most.
-pic: koleksi pribadi-
Abah,
ini sudah ramadhan lagi kan. Bagaimana? Masih sukakah abah mengisi kajian rutin
di radio gagak rimang? Dulu aku selalu malas jika harus menemanimu. Aku selalu
marah-marah karena aku gak bisa segera buka dan makan masakan ibu. Tapi, anak
gadismu ini tak bisa menolak. Pasti mau saja diajak ke radio itu, melihatmu
dari balik kaca memakai peralatan untuk on air, mengisi kajian sebelum azan
maghrib menggema. Abahku keren, J. Selain permasalahan on air di radio, satu lagi
adalah abahku selalu mengajak anak gadisnya ini ikut tarling, taraweh keliling.
Karena kakakku sudah merantau dulu, adikku cowok selalu gak mau diajak karena
lebih memilih bermain dengan kawan sebayanya. Akhirnya anak gadisnya ini yang
ngikut kemanapun abahnya pergi. Kasusnya? Sama dengan on air radio, selalu ngedumel
duluan kalau diajak, hehehe. “Maleslah bah, nanti pasti lama dan tempatnya
jauh, kan besok adek sekolah”. Alasan klise. Tapi ujung-ujungnya mau juga.
Kenapa? Kasian abah kalau harus sendirian, gak ada yang nemenin di
perjalananannya (meskipun di jalan anak gadisnya ini banyakan tidur J ).
Abah,
ramadhan ini sudah ketiga kalinya aku ramadhan di Jakarta. Dan sebentar lagi
berarti lebaran. Sudah tak sabar aku ingin menjejakkan kaki di halaman itu,
menuju kamar itu dan ruangan-ruangan itu. Menemuimu, melihatmu berdiri di atas
mimbar, menjadi makmummu dan menjadi anak gadismu yang masih sama seperti dulu.
Jakarta,
2 Ramadhan 1435 H
Selepas
taraweh, di jam-jam saat aku merindukanmu